Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
·         Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
 tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, 
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk 
diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual 
kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor.
Atau bisa dikatakan 
konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang 
membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai 
kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan 
perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian 
dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang 
dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan 
perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi 
dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang 
dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga 
barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar 
negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu 
pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan 
barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin 
terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang 
dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
·         Asas & Tujuan Perlindungan Konsumen
Sebelumnya telah 
disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan 
konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk 
meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan 
bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1) Asas manfaat
Asas ini mengandung 
makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang 
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga
 tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak 
lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2) Asas keadilan
Penerapan asas ini 
dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan 
kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini 
konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan 
kewajibannya secara seimbang.
3) Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas
 ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah 
dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan 
UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen 
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang 
dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik 
konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam 
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian 
hukum
·         Hak & Kewajiban Konsumen
Setiap individu 
memiliki hak dan kewajiban, demikian pula dengan konsumen dan produsen, 
hak dan kewajiban tersebut diatur oleh Undang-undang nomor 8 tahun 1999 
tentang Perlindungan Konsumen. Berikut akan dibahas lebih lanjut 
mengenai hak konsumen dan kewajiban produsen. Hak konsumen diatur dalam 
pasal 4 UU no.8 tahun 1999, yang isinya:
1)      Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa.
2)      Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3)      Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa.
4)      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan.
5)      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan baik.
6)      Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan.
7)      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi.
8)      Hak
 untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian apabila 
barang dan/ atau jasa yang diterima tidak dengan sesuai dengan 
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9)      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan hal berikut ini:
1)      Membaca
 atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau 
pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2)      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3)      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4)      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
·         Hak & Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya 
konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
 sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1)      hak
 untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai 
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2)      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3)      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4)      hak
 untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa 
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang 
diperdagangkan;
5)      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen diatur dalam UU nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen pasal 7, yaitu :
1)      Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2)      Memberikan
 informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan 
barang dan/jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan 
pemeliharaan.
3)      Memperlakukan atau melayani konsumen dengan benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4)      Menjamin
 mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan 
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5)      Memberi
 kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang 
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas 
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6)      Memberi
 kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat 
penggunaan, dan pemanfaatan barang dan/ jasa yang diperdagangkan.
7)      Memberi
 kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau 
jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
·         Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
A. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
1.      Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan;
2.      Tidak
 sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam 
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang 
tersebut;
3.      Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.      tidak
 sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran 
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang 
dan/atau jasa tersebut;
5.      Tidak
 sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, 
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau 
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6.      Tidak
 sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, 
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7.      Tidak mencantumkan yanggal kedaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertetu;
8.      Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan”halal” yang dicantumkan dalam label;
9.      Tidak
 memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, 
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal 
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta 
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus 
dipasang/dibuat;
10.  tidak
 mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
 Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
B. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
C. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
D. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Adapun beberapa ayat mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1) Pasal 8
Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pasal 9
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
3) Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
 dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat 
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa.
4) Pasal 13
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
5) Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
(1)   tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
(2)   mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
(3)   memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
(4)   mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
·         Tanggung Jawab Pelaku Usaha
1) Pasal 19
(1)   Pelaku
 usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, 
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang 
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
(2)   Ganti
 rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang 
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
 atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
 ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)   Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi
(4)   Pemberian
 ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak 
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian 
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan
(5)   Ketentuan
 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila 
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan 
kesalahan konsumen
2) Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut
3) Pasal 21
(1)   Importir
 barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila 
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan 
produsen luar negeri
(2)   Importir
 jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan 
jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia 
jasa asing
4) Pasal 22
Pembuktian terhadap 
ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan 
tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk 
melakukan pembuktian
5) Pasal 23
Pelaku usaha yang 
menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti 
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan 
penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di 
tempat kedudukan konsumen
6) Pasal 24
(1)   Pelaku
 usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain 
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen 
apabila
a.      pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut
b.      b.pelaku
 usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya 
perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau 
tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi
(2)   Pelaku
 usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab
 atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
 lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen 
dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut
7) Pasal 25
(1)   Pelaku
 usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam 
batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku 
cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau 
garansi sesuai dengan yang diperjanjikan
(2)   Pelaku
 usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas 
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha 
tersebut
a.      tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan
b.      tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
8) Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
9) Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila
a)      barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
b)      cacat barang timbul pada kemudian hari
c)      cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d)      kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
e)      lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
10) Pasal 28
Pembuktian terhadap 
ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan 
tanggung jawab pelaku usaha.
·         Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi dalam bahasa 
Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale 
sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda
Sanksi yang melibatkan negara:
1.      Sanksi
 internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu
 negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan
 politik.
2.      Sanksi
 diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti
 misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar 
menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.
3.      Sanski
 ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam 
batas-batas tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian 
tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh 
Amerika Serikat terhadap Kuba.
4.      Sanksi militer, dalam bentuk intervensi militer
5.      Sanksi
 perdagangan, yaitu sanksi ekonomi yang diberlakukan karena 
alasan-alasan non-politik, biasanya sebagai bagian dari suatu pertikaian
 perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya 
melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan
 larangan total.
Sedangkan Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:
1.      Sanksi Perdata :
§  Ganti rugi dalam bentuk :
a)      Pengembalian uang atau
b)      Penggantian barang atau
c)      Perawatan kesehatan, dan/atau
d)      Pemberian santunan
§  Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
2.      Sanksi Administrasi :
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
3.      Sanksi Pidana :
§  Kurungan :
a)      Penjara,
 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 
10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
b)      Penjara,
 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 
12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Judul
Tugas     : Perlindungan Konsumen
Mata
Kuliah    : Aspek Hukum dalam Ekonomi
Nama              :
- Muthia Nurul Karina (24210875)
- Dina Aqmarina (22210056)
- Lestari (24210001)
- Wardah Fauziah (28210458)
- Rizki Rahmatullah (29210532)
Kelas                :
2EB22
Referensi :
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar