Kasus Hukum Perikatan
Akta Jual Beli Tanah Dinilai Cacat Hukum
• Kasus Jayenggaten SEMARANG
- Akta jual beli tanah Jayenggaten dari
ahli waris Tasripien kepada pemilik Hotel Gumaya, dinilai cacat hukum.
Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu menyebutkan,
tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayenggaten beserta bangunan yang
berdiri di atasnya dijual oleh Aisyiah, ahli waris Tasripien, kepada
Hendra Soegiarto, pemilik Hotel Gumaya.
Padahal, menurut Guru Besar Fakultas
Hukum Unika Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti SH CN, sejak puluhan
tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan rumah yang ada
di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris
Tasripien tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem
pembayaran sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya,
warga dianggap tidak membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas
kasus sengketa Jayenggaten, di Balai Kota, Selasa (6/9).
Baik dalam kasus perdata maupun pidana,
Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga bersalah. Tak puas dengan
amar putusan tersebut, warga Jayenggaten mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus tersebut.
Diskusi pakar hukum yang difasilitasi
Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah pakar hukum. Selain
Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr Satjipto Rahardjo
SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan pakar hukum
agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH.
Arief Hidayat menilai, ada fakta yang
disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan benar-benar milik warga,
maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual bangunan itu kepada orang
lain.
”Jika benar demikian, notaris PPAT yang
mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke PTUN. Sebagai pejabat
negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara,” ujarnya.
Sumber:
http://h3r1y4d1.wordpress.com/2011/11/11/240/
Nama : Rizki Rahmattullah
Npm : 29210532
Kelas : 2EB22
Npm : 29210532
Kelas : 2EB22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar