Rabu, 06 April 2011

Perekonomian Indonesia bab 10

 Bab 10
kebijakan Perdagangan Luar Negri

Kebijakan perdagangan internasional adalah segala tindakan pemerintah/negara, baik langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi komposisi, arah, serta bentuk perdagangan luar negeri atau kegiatan perdagangan. Adapun kebijakan yang dimaksud dapat berupa tarif, dumping, kuota, larangan impor, dan berbagai kebijakan lainnya.  Jika dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks.
Rumitnya perdagangan internasional disebabkan oleh hal-hal berikut:
·         Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan.
·         Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya.
·         Perbedaan antara negara yang satu dengan yang lainnya baik dalam bahasa, mata uang, taksiran atau timabangan, hukum dalam perdagangan, dan sebagainya.

1.  TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. TEORI KLASIK

·         Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )
Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny  serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan per Unit
Produksi
Amerika
Inggris
Gandum
8
10
Pakaian
4
2
Dari tabel diatas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

·         Comparative Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Contoh  :
Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi
Amerika
Inggris
Gandum
6 bakul
2 bakul
Pakaian
10 yard
6 yard
Menurut teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan timbul karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative Advantagenya.
Besarnya comparative advantage untuk Amerika , dalam produksi gandum 6 bakul disbanding 2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1.
Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6 bakul dari Amerika atau 1/3 : 1. Dalam  produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau = 3/5: 1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of Trade ) ditentukan dengan batas - batas nilai tujar masing - masing barang didalam negeri.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

B. COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO

1.      Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Data Hipotesis Cost Comparative
Negara Produksi
1 Kg gula
1 m Kain
Indonesia
3 hari kerja
4 hari kerja
China
6 hari kerja
5 hari kerja
Indonesia memiliki keunggulan absolute dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika Negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labor efficiency.
Berdasarkan perbandingan Cost Comparative advantage efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula ( atau hari kerja ) daripada produksi 1 meter kain ( hari bkerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 m kain ( hari kerja ) daripada produksi 1 Kg gula ( hari kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

2. Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)

Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif
Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.
Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
  1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
  2. Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
  3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
  4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.
    Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

C. TEORI MODERN

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.
A. The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.

Analisis teori H-O :
a.       Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b.      Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
c.       Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
d.      Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

B. Paradoks Leontief

Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :
a.       Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b.      Tariff and Non tariff barrier
c.       Pebedaan dalam skill dan human capital
d.      Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.

C. Teori Opportunity Cost

Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost

D. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)

Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.

2. Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia

Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.
Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.

Kondisi Ekspor Indonesia Dewasa Ini

Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan dan perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%.
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%.

3.  Tingkat Daya Saing

Peringkat daya saing Indonesia meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010 daya saing Indonesia menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada 2009 di peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global yang kian kompetitif ini.
Sebagai masyarakat Indonesia, pastinya bangga dan bahagia dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing di arena global. Dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF) sebagai kick off atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September 2010 diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144 negara dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009. Meningkatnya daya saing Indonesia di arena global tersebut, harus diakui tidak lepas dari peranan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yang dipimpin Mari Elka Pangestu, putri seorang ekonom kondang J. Panglaykim. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang merupakan Doktor ekonomi jebolan University of California AS ini memang cukup diandalkan, khususnya dalam mendongkrak kinerja perdagangan nasional maupun internasional. Menurut Mendag ada beberapa faktor yang membuat Indonesia mengalami kenaikan peringkat. Kenaikan peringkat ini terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang sehat dan perbaikan pada indikator pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia semakin membaik sebagaimana diukur oleh Global Competitiveness Index 2009-2010. “Kondisi makro ekonomi Indonesia semakin membaik. iklim usaha di Indonesia sudah menunjukkan perbaikan, yakni mulai dari  stabilitas makro, politik, dan pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan hasil positif,” ungkap Mendag Mari Elka Pangestu.
Keberhasilan kenaikan posisi daya saing  Indonesia itu terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa pilar dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labour Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation. WEF sebagai forum yang menjadi acuan para pebisnis mancanegara melihat kinerja Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa bidang, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58, tingkat tabungan nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35 menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak perpajakan, yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business sophistication juga meningkat, yaitu local supplier
quantity dari 50 menjadi 43, value chain breadth dari 35 menjadi 26, control of international distribution dari 39 menjadi  33, dan production process sophistication dari 60 menjadi 52.

Sumber        :

Perekonomian Indonesia bab 9

BAB 9
KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER

1. Peran Pemerintah
- Sebagai pembuat peraturan dan perundang-undangan, pemerintah bersama lembaga legislatif membuat undang-undang yang akan mengatur, mengkoordinir, dan mengawasi semua interaksi pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatannya. Contoh : UU Bank Indonesia dan UU Anti Monopoli, UU Wajib Pajak

- Sebagai produsen barang dan jasa publik karena sebagai penyelenggara negara, pemerintah wajib mengadakan berbagai barang publik bagi masyarakat, baik barang yang harus dibayar dalam penggunaannya maupun barang gratis.

- Sebagai pembuat dan penentu kebijakan ekonomi, campur tangan pemerintah ini adalah mengambil kebijakan ekonomi baik kebijakan moneter maupun fiskal, untuk mempengaruhi dan menentukan arah roda perekonomian secara langsung.

4. Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Pemerintah

1. Kebijakan moneter

a. Menambah jumlah uang beredar : moneter ekspansif ( monetery ekspansive ) →easy money policy

b. Mengurangi jumlah uang beredar : moneter kontraktif (monetery contractive ) →tight money policy / kebijakan uang ketat

Kebijakan ekonomi pemerintah dalam sektor keuangan nasional, dimana pemerintah harus mengatur, mengendalikan dan mengawasi jumlah uang beredar demi pencapaian arah roda perekonomian yang diinginkan.

Instrumen / alat dalam kebijakan moneter :

a. Tingkat suku bunga (interest rate)

Kebijakan moneter dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank.

b. Operasi pasar terbuka (Open market operation)

Kebijakan moneter yang dilakukan dengan menjual / membeli Surat Berharga BI dan atau Surat Berharga Pasar Uang (SPBU)

c. Tingkat Bunga Diskonto (discount rate)

Kebijakan moneter dengan menetapkan tingkat suku bunga bagi pinjaman bank-bank umum kepada Bank Sentral.

d. Cadangan Wajib Minimum / CWM (Reserve requirement ratio)

Kebijakan penetapan ratio cadangan wajib minimum yang harus diserahkan oleh bank-bank umum kepada Bank Sentral untuk disimpan disana sebagai back up likuiditas mereka. Simpanan tersebut tidak berbunga.

e. Himbauan moral (Moral persuasion )

Kebijakan Bank Sentral untuk membujuk para pimpinan bank-bank umum agar berhati-hati dalam pemberian kredit kepada pihak ketiga dan membujuk mereka agar mematuhi ketentuan perundangan perbankan yang berlaku.

Kebijakan moneter seperti ini digolongkan dalam kebijakan moneter kuantitatif atau kebijakan moneter yang implikasinya dapat dikalkulasi atau diestimasi. Sedangkan moral persuasion atau imbauan moral adalah kebijakan moneter kualitatif, karena sifat kebijakan tersebut hanya himbauan dan implikasinya tidak dapat diprediksi, semua aplikasinya sangat tergantung dari kemauan dan niat baik para pemimpin bank-bank umum.

Jika perekonomian lesu, dilakukan kebijakan moneter ekspansif (kebijakan uang longgar) jika perekonomian terjadi inflasi tinggi, maka dilakukan kebijakan moneter kontraktif (kebiajkan uang ketat .

2. Kebijakan Fiskal / Perpajakan

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan anggaran pendapatan dan belanja tahunan pemerintah (APBN), guna mempengaruhi situasi dan kondisi perekonomian kearah yang diinginkan.

Instrumen dalam kebijakan Fiskal adalah kebijakan / penentuan jenis pajak dan tarif pajak (tax). Klasifikasi Pajak :

1. Pajak Objektif
Contoh : PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

2. Pajak Subjektif merupakan jenis pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan kemampuan ekonomi subjek pajak.
Contoh : PPh (Pajak Penghasilan)

3. Pajak Langsung merupakan pajak yang dikenakan langsung pada subjek pajak.
Contoh : PPh dan Pajak Bumi Bangunan serta pajak kendaraan bermotor.

4. Pajak Tidak Langsung merupakan beban pajak yang dialihkan dari wajib pajak yang satu ke wajib pajak yang lain.
Contoh : PPn dan PPn Bea Masuk yang harus dibayar oleh pihak produsen, maka pihak produsen membebankan PPn dan PPnBM tersebut kepada konsumen.

Tarif Pajak :

1. Pajak Proporsional

Beban pajak dengan tariff yang tetap

2. Pajak Progresif

Tarif pajak yang makin tinggi bila nilai objek pajaknya semakin tinggi seperti yang tertera dalam UU No 17/2000 mengenai pajak penghasilan. Semakin tinggi penghasilan pribadi yang didapat, semakin tinggi tarif pajak yang harus dibayarkan.



2. Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Sumber:
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
http://cindysetiawan.blogspot.com/2010/03/peran-pemerintah-dalam-perekonomian.html

Perekonomian Indonesia bab 8

BAB 8 

PELAKU-PELAKU EKONOMI

Setiap orang dalam memenuhi kebutuhannya, akan melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap pelaku ekonomi berbeda-beda. Keluarga kalian setiap hari makan, berarti mereka telah melakukan kegiatan konsumsi (berperan sebagai konsumen). Namun berbeda ketika keluarga kalian bekerja. Apakah mereka dinamakan pelaku konsumsi? Orang yang bekerja berarti mereka telah melakukan kegiatan produksi. Dengan demikian dinamakan pelaku produksi. Bagaimana dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya? Sama seperti keluarga kalian, mereka juga melakukan kegiatan ekonomi, namun aktivitas yang mereka lakukan berbeda. Pelaku ekonomi merupakan pihak-pihak yang melakukan kegiatan ekonomi. Secara garis besar, pelaku ekonomi dapat dikelompokkan menjadi lima pelaku, yaitu rumah tangga, perusahaan, koperasi, masyarakat, dan negara. Setiap pelaku ekonomi ada yang berperan sebagai produsen, konsumen, atau distributor.
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN NON-KOPERASI (UKM)
Untuk melihat kinerja koperasi secara obyektif dan komprehensif, perlu dilihat juga perkembangan dari pelaku-pelaku usaha lainnya atau perusahaan-perusahaan non-koperasi sebagai suatu perbandingan. Menurut kepemilikan, perusahaan-perusahaan non-koperasi di Indonesia terdiri dari perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan non-koperasi bisa dikelompokkan menurut skala usaha, yakni usaha kecil (UK), usaha menengah (UM), dan usaha besar (UB); yang terakhir ini termasuk BUMN dan PMA atau perusahaan-perusahaan asing.
Dilihat dari jumlah unit usaha, data BPS menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia didominasi oleh UK yang jumlahnya jika digabungkan dengan UM (sebut UKM) mencapai lebih dari 90% dari jumlah perusahaan yang ada. Oleh karena mereka merupakan pencipta kesempatan kerja terbesar di Indonesia. Seperti yang dapat dilihat di Tabel 7, pada tahun 1997, UK mencapai lebih dari 39,7 juta perusahaan, atau sekitar 99,8 persen dari jumlah unit usaha pada tahun itu, dan bertambah menjadi lebih dari 48 juta unit tahun 2006. Dilihat dari strukturnya menurut sektor, sebagian besar dari jumlah UKM terdapat di sektor pertanian yang mencapai hampir 100 persen, dan sektor terbesar kedua dan ketiga untuk perusahaan-perusahaan dari kategori ini adalah masing-masing perdagangan, hotel dan restoran, dan industri manufaktur.
BUMN
Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat berbentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero (Perusahaan Perseroan). Mengenai ciri-ciri dari ketiga bentuk perusahaan negara di atas telah kalian pelajari di kelas VII semester 2. BUMN memberikan kontribusi yang positif untuk perekonomian Indonesia. Pada sistem ekonomi kerakyatan, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi. BUMN didirikan pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi dan sumber kekayaan alam yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya PT Dirgantara Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), PT Pos Indonesia, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta untuk mengendalikan sektor-sektor yang strategis dan yang kurang menguntungkan. Secara umum, peran BUMN dapat dilihat pada hal-hal berikut ini.
a) Mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
b) Sebagai pengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara efektif dan efisien.
c) Sebagai alat bagi pemerintah untuk menunjang kebijaksanaan di bidang ekonomi.
d) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat menyerap tenaga kerja.
KOPERASI
Koperasi pertama di Indonesia dimulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya tahun 1895. Pelopor koperasi pertama di Indonesia adalah R. Aria Wiriaatmaja, yaitu seorang patih di Purwokerto. Ia mendirikan sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha yang didirikannya diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank). Perkembangan koperasi yang didirikan oleh R. Aria Wiriaatmaja semakin baik. Akibatnya setiap gerak-gerik koperasi tersebut diawasi dan mendapat banyak rintangan dari Belanda. Upaya yang ditempuh pemerintah kolonial Belanda yaitu dengan mendirikan Algemene Volkscrediet Bank, rumah gadai, bank desa, serta lumbung desa.
Pada tahun 1908 melalui Budi Utomo, Raden Sutomo berusaha mengembangkan koperasi rumah tangga. Akan tetapi koperasi yang didirikan mengalami kegagalan. Hal itu dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi. Pada sekitar tahun 1913, Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Serikat Islam, mempelopori pula pendirian koperasi industri kecil dan kerajinan. Koperasi ini juga tidak berhasil, karena rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, dan miskinnya pemimpin koperasi pada waktu itu. Setelah dibentuknya panitia koperasi yang diketuai oleh Dr. DJ. DH. Boeke pada tahun 1920, menyusun peraturan koperasi No. 91 Tahun 1927. Peraturan tersebut berisi persyaratan untuk mendirikan koperasi, yang lebih longgar dibandingkan peraturan sebelumnya, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mendirikan koperasi. Setelah diberlakukannya peraturan tersebut, perkembangan koperasi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.
Selama masa pendudukan Jepang yaitu pada tahun 1942 – 1945, usaha-usaha koperasi dipengaruhi oleh asas-asas kemiliteran. Koperasi yang terkenal pada waktu itu bernama Kumiai. Tujuan Kumiai didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataannya Kumiai hanyalah tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itulah, menyebabkan semangat koperasi yang ada di masyarakat menjadi lemah. Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Para pemimpin bangsa Indonesia mengubah tatanan perekonomian yang liberalkapitalis menjadi tatanan perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Sebagaimana diketahui, dalam pasal 33 UUD 1945, semangat koperasi ditempatkan sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Berdasarkan pasal itu, bangsa Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Oleh karena itulah, Muhammad Hatta kemudian merintis pembangunan koperasi. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, sehingga beliau dianugerahi gelar bapak koperasi Indonesia. Untuk memantapkan kedudukan koperasi disusunlah UU No. 25 Tahun 1992.
b . Pengertian Koperasi
Keberadaan koperasi di Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada penjelasan UUD 1945 pasal 33 ayat (1), koperasi berkedudukan sebagai “soko guru perekonomian nasional” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan dalam UU No. 25 Tahun 1992, menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian koperasi di atas, menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan yang mempunyai asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga dipandang sebagai alat untuk membangun sistem perekonomian Indonesia. Koperasi diharapkan dapat mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
c . Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi
Landasan koperasi Indonesia adalah pedoman dalam menentukan arah, tujuan, peran, serta kedudukan koperasi terhadap pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Koperasi Indonesia mempunyai beberapa landasan berikut ini.
1) Landasan idiil: Pancasila.
2) Landasan struktural: UUD 1945.
3) Landasan operasional: UU No. 25 Tahun 1992 dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
4) Landasan mental: kesadaran pribadi dan kesetiakawanan. UU No. 25 Tahun 1992 pasal 2 menetapkan bahwa kekeluargaan sebagai asas koperasi. Semangat kekeluargaan inilah yang menjadi pembeda utama antara koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya.
Koperasi didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
d . Fungsi dan Peran Koperasi
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi seperti berikut ini.
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
e . Perangkat Organisasi Koperasi
Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Penjelasan tentang ketiga perangkat organisasi koperasi ini seperti berikut ini.
1 ) Rapat anggota
Rapat anggota merupakan perangkat yang penting dalam koperasi. Rapat anggota ialah rapat yang dihadiri oleh seluruh atau sebagian besar anggota koperasi. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Melalui rapat anggota, seorang anggota koperasi akan menggunakan hak suaranya. Rapat anggota berwenang untuk menetapkan hal-hal berikut ini.
a) Anggaran dasar (AD).
b) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi.
c) Pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian pengurus dan pengawas.
d) Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan.
e) Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugas.
f) Pembagian sisa hasil usaha (SHU).
g) Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.
2 ) Pengurus
Pengurus dipilih oleh rapat anggota dari kalangan anggota. Pengurus adalah pemegang kuasa rapat anggota. Masa jabatan paling lama lima tahun. Berikut ini tugas pengurus koperasi.
a) Mengelola koperasi dan bidang usaha.
b) Mengajukan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi.
c) Menyelenggarakan rapat anggota.
d) Mengajukan laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan koperasi.
e) Memelihara buku daftar anggota, pengurus, dan pengawas.
Pengurus bertanggung jawab kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa dalam mengelola usaha koperasi. Jika koperasi mengalami kerugian karena tindakan pengurus baik disengaja maupun karena kelalaiannya, pengurus harus mempertanggungjawabkan kerugian ini. Apalagi jika tindakan yang merugikan koperasi itu karena kesengajaan, pengurus dapat dituntut di pengadilan.
Adapun wewenang pengurus koperasi terdiri atas hal-hal berikut ini.
a) Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan.
b) Memutuskan penerimaan atau penolakan seseorang sebagai anggota koperasi berdasarkan anggaran dasar koperasi.
c) Melakukan tindakan untuk kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus.
3 ) Pengawas
Pengawas koperasi adalah salah satu perangkat organisasi koperasi, dan menjadi suatu lembaga/badan struktural koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Koperasi dalam melakukan usahanya diarahkan pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kepentingan anggota untuk mencapai kesejahteraan anggota. Lapangan usaha itu menyangkut segala bidang kehidupan ekonomi rakyat dan kepentingan orang banyak, antara lain bidang perkreditan (simpan pinjam), pertokoan, usaha produksi, dan usaha jasa. Sesuai dengan namanya sebagai pengawas koperasi, maka
tugas-tugas koperasi seperti berikut ini.
a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan koperasi oleh pengurus.
b) Membuat laporan tertulis mengenai hasil pengawasan yang telah dilakukannya.
Supaya para pengawas koperasi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, mereka harus diberi wewenang yang cukup untuk mengemban tanggung jawab tersebut. Pengawas koperasi mempunyai wewenang berikut ini.
a) Meneliti catatan atau pembukuan koperasi.
b) Memperoleh segala keterangan yang diperlukan.
f . Modal Koperasi
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
1 ) Modal Sendiri Koperasi
a) Simpanan pokok, adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b) Simpanan wajib, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama dan wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi pada waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c) Dana cadangan, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha. Dana cadangan digunakan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi.
d) Hibah, yaitu sumbangan pihak tertentu yang diserahkan kepada koperasi dalam upayanya turut serta mengembangkan koperasi. Hibah tidak dapat dibagikan kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan.
2 ) Modal pinjaman koperasi
Modal pinjaman dapat berasal dari simpanan sukarela, pinjaman dari koperasi lainnya, pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya, dan sumber pinjaman lainnya yang sah.
Sumber :
http://andogambis.blogspot.com/2010/10/jurnal-1mengenai-masih-relevankah.html
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Pelaku-Pelaku_Ekonomi_Dalam_Sistem_Perekonomian_Indonesia_8.2_%28BAB_15%29

Perekonomian Indonesia bab 7

INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI


A. PENDAHULUAN
Istilah industrialisasi secara ekonomi diartikan sebagai kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dapat pula diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata industry dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya. Misalnya, industry obat-obatan, industry garmen, industry perkayuan, dsb.

B. SEJARAH SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA
Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil, dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector industry, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha). Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sector industry dan menawarkan investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun 1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.

C. KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari factor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.
Revolusi industry kedua akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi. Setelah PD II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan robot.

D. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.

E. PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi.

Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1. Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
a. Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
b. Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c. Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
d. Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e. Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f. Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang sangat tinggi
3. Tidak adanya industry berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional

Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
1. Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
2. Konsentrasi pasar
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
4. Lemahnya SDM


F. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI

Subtitusi Impor (inward-looking)

Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
o Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
o Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
o Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b. Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
o Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
o Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
o Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
o Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi

3. Strategi Promosi Ekspor
o Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
o Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
o Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
o Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4. Kebijakan industrialisasi
o Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
o Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
o Diberlakukannya Undang-undang PMA

kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/.../7-INDUSTRIALISASI+DAN+PERKEMBA NGAN.doc

Perekenomian Indonesia bab 6

BAB 6 
PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

1. Peranan Sektor Pertanian
Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:
 Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk industri manufakturèa.Kontribusi Produk
spt industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman
 Pembentukan pasar domestik utk barang industrièb.Kontribusi Pasar & konsumsi
Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, makaèc.Kontribusi Faktor Produksi
terjadi transfer surplus modal & TK dari sector pertanian ke Sektor lain
 Pertanian sbg sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.èd.Kontribusi Devisa
Kontribusi Produk.
Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dg sector non pertanian.
- Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
- Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.
Kontribusi Pasar.
Negara agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian spt
pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian,
mebel, dll)
Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke sector non pertanian tergantung:
- Membuat pasar sector non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sbg pesaing, shg konsumsi yg tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi sector non pertanian.èPengaruh keterbukaan ekonomi
- Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanianèJenis teknologi sector pertanian

Kontribusi Faktor Produksi.

 Tenaga kerja dan ModalèF.P yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian
Di Indonesia hubungan investasi pertanian & non pertanian harus ditingkatkan agar
ketergantungan Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk
merealisasi hal tsb:
- Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus ini harus tetap dijaga &  Teknologi, infrastrukturèhal ini juga tergantung kepada factor penawaran  &  nilai tukar produk pertanianèSDM dan factor permintaan  & non pertanian baik di pasar domestic & LN
-  Pengeluaran konsumsi oleh petanièPetani harus net savers <  Tabungan petani§produksi  > investasi sektor pertanian
Kontribusi Devisa.
Kontribusinya melalui :
- ekspor produk pertanianèSecara langsung & mengurangi impor.
-  peningkatan eksporèSecara tidak langsung & pengurangan impor produk
berbasis pertanian spt tekstil, makanan & minuman, dll
Kontradiksi kontribusi produk &  peningkatan ekspor produk pertanianèkontribusi devias
menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor
produk pertanian berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade
off ini 2 hal yg harus dilakukan:
- Peningkatan kapasitas produksi.
- Peningkatan daya saing produk produk pertanian

2. Sektor Pertanian di Indonesia

-  PDB sektor pertanian (peternakan, kehutananèSelama periode 1995-1997 & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
- Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian  1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:   kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun èIklim  lahan garapan petani semakin kecil èLahan  rendah èKualitas SDM rendah Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimismeèPenggunaan Teknologi & pesimisme Negara LDC’s:   Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariffèOptimis &  Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatanè Pesimis non tariff  > LDC’s
Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:

 -Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
 -Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
 -Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
 -Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin
Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
-  Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’sè Perjanjian tsb berdampak + yakni peningkatan pendapatan per tahun èSkertariat GATT (Sazanami, 1995) & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
-  Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tariffèGoldin, dkk (1993) & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
-  Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIANèSatriawan (1997)
-  Global Trade Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTAèFeridhanusetyawan, dkk (2000) & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan pajak domestic & subsidi sector pertanian sebesar 20% di
DC’s dan 13 % di LDC’s
b. Penurunan pajak/subsidi ekspor sector pertanian 36% di DC’s & 24% di
LDC’s
c. Pengurangan border tariff untuk komoditi pertanian & non pertanian
Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia thd produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dg meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & Indonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEANdan output pèkedelai). AFTAertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.
3. Nilai Tukar Petani (NTP)
 nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.èNilai tukar
Dasar Tukar (DT):
-  pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasionalèDT dalam negeri
-  pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang internasionalèDT internasional / Terms Of Trade
 Selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar).èNilai Tukar Petani
 semakin baik.èSemakin tinggi NTP
NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
- Inflasi setiap wilayah
- Sistem distribusi input pertanian
- Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
D> harga naikèS & D<sè>

Pekembangan NTP tsb menunjukkan pertani di JABAR & JATENG rugi dan di Yogja & JATIM untung. Hal ini dsebabkan oleh byk factor termasuk system distribusi pupuk di Yogya & JATIM lebih baik dari JABAR & JATENG.
4. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sector pertanian tergantung :
- Laju pertumbuhan output
- Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
-  Membeli mesinèLangsung
-  PenelitianèTdk Langsung & Pengembangan
Hasil penelitian:
-  laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDNèSupranto (1998) & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 2.735 4.545 7.128 15.284
Manufaktur 24.032 31.922 43.342 59.218
-  kredit perbankan lebih byk megalir ke sektor non pertanianèSimatupang (1995) & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 7.846 8.956 9.841 11.010
Manufaktur 11.346 13.004 15.324 15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.
5. Keterkaitan Pertanian dg Industri Manufaktur
 kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, TaiwanèSalah satu penyebab krisis ekonomi & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg revolusi sector pertanian.
Alasan sector pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:
- kondisi sospol stabilè tdk ada laparè pangan terjaminèSektor pertanian kuat
-  permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembangè pendapatan riil perkapita naikè Sektor pertanian kuatèSudut Permintaan & output industri menjadi input sektor pertanian
-  permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.èSudut Penawaran
- Kelebihan output siktor pertanian digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.

Referensi: kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/.../6-PERKEMBANGAN+SEKTOR+PERTANIAN.doc
</sè>

Perekenomian Indonesia bab 5

BAB 5
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
1. Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah. 

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah. 

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan .

Model Pertumbuhan Regional

Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut:

Y = F(K,L)

Dimana, Y adalat output riil, K adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;

Y = AKαL1-α

y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L

Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.

Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada pertumbuhan output.

Y = F(A,K,L), dimana A adalah technical knowledge (teknologi).

Dalam bentuk Cobb-Douglas,

Y = AegtKαL1-α

dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan;



 

dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region (daerah), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional,

 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcMNQWWQkD3qA-z4CJB-bKilrPp14wJV7z_Cgg0Y5Cx5NIqvw7ESmzFLRabyh92Sitv5HIBFo1br_96ZzDg5hFKiJUBO-qqfqhFAQnh8fB0LOBPDjUYeh_TzkEIxmrEVkvxRUDI-a6oek/s1600-h/Pertumbuhan2.jpg
 

Dari bentuk neoklasik diatas, kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional yaitu;
1. Technical progress berubah diantara region;
2. Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3. Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.

gr pada region r diharapkan berubah diantara region (paling tidak dalam jangka menengah). Dengan memasukkan 


pertumbuhan tenaga kerja  pada kedua sisi, kita dapatkan;


 

Selanjutnya, ketidamerataan regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat dijelaskan oleh perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan regional dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.

Secara rinci faktor-faktor yang menyebabkan adanya disparitas pada pertumbuhan daerah dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :

 

 

Dari gambar diatas ditunjukkan bahwa pertumbuhan output daerah menurut neoklasik di dasari oleh tiga komponen yaitu; pertumbuhan kapital stok, pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi. 

Pertumbuhan kapital stok daerah didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu sendiri atau daerah lain. Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga kerja dari daerah lain karena adanya perbedaan upah relatif terhadap daerah lain disamping akibat tumbuhnya angkatan kerja baru karena pertumbuhan populasi. Untuk pertumbuhan teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari daerah lain dan perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.

Kajian Empiris di Indonesia

Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies, Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .

Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah . 

Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .

Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia . 

Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.

Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan tersebut.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1.       Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.       Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3.       Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.

5. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti 
1.       Hubungan luar negeri
2.       Pengadilan
3.       Moneter dan keuangan
4.       Pertahanan dan keamanan
Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti
1.       Hubungan luar negeri
2.       Pengadilan
3.       Moneter dan keuangan
4.       Pertahanan dan keamanan